Saat ini Game Lab Indonesia telah bekerja sama dengan lebih dari 10 SMK dan lebih dari 20 Perguruan Tinggi. Adapun kami berkomitmen untuk memperluas kerjasama tersebut dengan visi mendekatkan dunia industri dengan dunia pendidikan. Ada beberapa hal yang menarik, ketika saya dan tim terjun ke lapangan.
Belum Terbiasa dengan Teknologi
Pertama, saya dan tim kaget sekali ketika kami berkunjung ke salah satu SMK ternama di salah satu kota yang sebenarnya juga kota yang tingkat ekonominya cukup bagus. Waktu itu saya dan tim memperkenalkan platform GameLab.ID di mana mereka bisa belajar secara online, dari mana saja, kapan saja.
Hal yang menarik adalah ketika di lab komputer, setelah kami memberikan gambaran platform kami minta peserta pelatihan untuk registrasi dan login akun di GameLab.ID. Yang terjadi adalah banyak yang tidak memiliki email, banyak yang punya email tapi passwordnya lupa, padahal semuanya punya smartphone dan akses internet setiap hari.
Selanjutnya, banyak juga yang bingung dengan yang namanya Google Drive. Tempat penyimpanan gratis dari Google untuk mempermudah menyimpan dan berbagi berkas ini banyak yang tahu tapi tidak pernah menggunakan. Terlebih, apalagi kalau kami lanjutkan ke pembahasan source control seperti git atau svn. Terlebih kami sedih lagi, jurusan mereka adalah RPL (Rekayasan Perangkat Lunak) dan peserta ini sudah hampir lulus.
Pelajaran berharga di sini adalah teknologi dasar teman-teman harus menguasai, minimal pernah tahu dan menggunakan beberapa kali. Menggunakan email, proses registrasi dan login menjadi aktivitas paling sederhana di dunia teknologi dan internet.
Malu Bertanya
Berikutnya adalah masalah keaktifan bertanya. Di mana kalau misalnya dalam seminar, workshop atau kalau sekarang lebih dikenal dengan webinar. Saya mengamati banyak dari peserta yang menjadi silent reader. Kalau ada webinar juga mendengarkan atau tidak, pokoknya ikut kemudian begitu ada sesi tanya jawab langsung sepi. Berlaku baik di workshop langsung (offline) maupun workshop online.
Agak berbeda apabila workshop dilakukan secara selektif di mana pesertanya adalah benar-benar yang merasa membutuhkan atau workshop tersebut berbayar. Maka, bahkan acara sudah lewat lebih dari 30 menit saja pertanyaan tiada henti-hentinya.
Pelajaran berharga di sini adalah teman-teman perlu memaksimalkan kesempatan untuk menggapai informasi, keilmuan sebanyak mungkin dan seaktif mungkin. Harus ada gairah, harus ada semangat, harus ada tujuan yang jelas kita mau jadi apa beberapa tahun ke depan. Aktif, Bergairah, Optimis.
Baca Juga : Manfaat dan Tips Efektif Membagi Waktu Untuk Bekerja Dengan Kuliah
Social Media
Hal berikutnya yang sering kami temui adalah spending waktu yang cukup besar untuk sosial media seperti facebook, instagram dan whatsapp tetapi bukan untuk kepentingan belajar. Lebih banyak untuk kepentingan bersenang-senang. Salah? Tidak juga. Ini adalah hak? Betul juga. Tetapi begitu misalnya ditanya kompetensi nol besar. Nah inilah problemnya.
Ada kok yang suka main social media tetapi juga sukses dan punya skill. Ada, tapi yang dilihat dulu berapa persentasenya. Social media seperti Facebook dikonsumsi rata-rata 899 menit (15 jam) setiap bulannya. Bayangkan apabila 15 jam tersebut digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat seperti membaca buku atau latihan coding.
Tapi semua kembali lagi, apakah memang teman-teman pembaca di sini berniat untuk melakukan perubahan atau tidak. Akhir Kata, tentunya 3 poin yang saya sampaikan tidaklah judgement ke semua orang dan semua kondisi. Tetapi, saya lebih menyoroti beberapa hal penting ketika kami terjun di lapangan. Sudah saatnya saling mengingatkan dan semoga ini menjadi manfaat sebagai pengingat pembaca sekalian yang mungkin sedang terlelap di dalam mimpi waktu.
Sumber Gambar: School vector created by pch.vector - www.freepik.com
